Tanggal 11 Oktober ditetapkan sebagai Hari Anak Perempuan Internasional oleh PBB sebagai hari untuk mengingat hak-hak sebelas juta anak perempuan di seluruh dunia, beserta sejumlah tantangan-tantangan yang mereka hadapi.
Ilustrasi | Sumber Foto |
"Pernikahan anak di bawah umur menyebabkan siklus kerugian yang menghilangkan hak paling dasar bagi anak anak adalah belajar, berkembang, dan berlaku selayaknya anak anak pada umumnya," kata CEO Internasional Save The Children, Helle Thorning-Schmidt, seperti dikutip dari Reuters.
Menurut Thorning-Schmidt, anak perempuan yang menikah terlalu dini lebih sering mengalami kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan dan pemerkosaan. Tak jarang, dan kebanyakan dari mereka, kemudian hamil dan terserang penyakit infeksi seksual termasuk juga HIV.
Rilis tersebut kemudian melakukan pemeringkatan, dan menyebut peringkat negara-negara yang paling baik dan paling buruk dalam hal memperlakukan wanita berdasarkan pada tingkat pernikahan anak-anak, pendidikan, kehamilan remaja, kematian ibu hamil dan banyaknya anggota parlemen wanita.
Termasuk dalam negara-negara yang memiliki indeks peringkat paling rendah adalah Nigeria, Chad, Republik Afrika Tengah, Mali, dan Somalia.
Konflik, kemiskinan, dan konflik kemanusiaan menjadi faktor utama penyebab anak-anak menjalani pernikahan di bawah umur. Namun begitu, menurut rilis Save the Children, penutupan sekolah-sekolah di tengah menjangkitnya Ebola mengakibatkan sekitar 14.000 remaja hamil di Sierra Leone selama masa penyebaran wabah tersebut.
Lembaga PBB untuk anak-anak, UNICEF, memperkirakan wanita yang menikah saat mereka berusia muda akan meningkat dari 700 juta saat ini, mencapai sekitar 950 juta di tahun 2030.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar