Minggu, 07 Februari 2016

Yunani Kuno tempat Lahirnya Filsafat Barat



Dalam Konteks sejarah filsafat Barat, banyak sejarawan yang menetapkan tempat kelahiran filsafat Barat, yaitu di Yunani kuno, sekitar abad ke -6 SM. Mengapa filsafat lahir di Yunani, padahal di tempat–tempat lain, seperti Mesopotamia, Mesir, Babylonia, kemajuan peradabannya bisa dibilang maju pada zamannya. Setidaknya, ada tiga alasan yang disebutkan K.Bertens mengapa Yunani menjadi tempat kelahiran filsafat, yakni berkaitan dengan mitos, kesusastraan, dan pengetahuan bangsa kuno.

  1Mitos
Yunani kuno sebagai tempat lahirnya filsafat memiliki mitos – mitos sebagaimana bangsa – bangsa lain pada masa itu. Yang membedakannya yaitu bagaimana mitos–mitos di Yunani kuno dapat menjadi perintis lahirnya filsafat? Singkatnya, mitos–mitos di Yunani kuno yang diceritakan oleh rakyat dari mulut ke mulut dikumpulkan oleh beberapa orang, kemudian ditulis dan disusun menjadi buku yang sistematis, semacam kitab suci. Sebelum menjadi buku utuh, mitos–mitos di sensor oleh yang mengumpulkan. Mitos–mitos yang tidak sesuai atau yang bertentangan dengan mitos–mitos yang lain, dibuang. Dari sinilah terlihat sifat rasonal bangsa Yunani.
Selanjutnya, ketika mitos–mitos sudah dibukukan dan banyak dipelajari serta didalami muatan isinya, maka akan memunculkan keinginan untuk mengkritisi mitos. Terutama mitos–mitos yang jauh bertentangan dengan mitos yang lainnya, nalar ceritanya tidak bersambung, serta bertentangan dengan nalar dan indra yang mulai serius meneliti, mencermati, dan mengobservasi dunia. Tatkala mitos dikaji seperti ini, maka secara tidak langsung akan melahirkan “filsafat” sebagai lawan dari mitos. Dalam ungkapan lain, mitos melawan logos.

2.   Kesusastraan
     Kesusastraan yang berkembang di Yunani kuno dapat dijadikan landasan lahirnya filsafat. Sebelum filsafat lahir, sastra sudah lumrah dipelajari disana. Dua karya sastra Homeros yang berjudul Ilias dan Odyssea paling banyak digemari dan dipelajari oleh rakyat Yunani kuno. Oleh karena itu, kesusastraan, selain untuk hiburan, dalam waktu bersamaan juga menjadi semacam teks pendidikan untuk rakyat Yunani kuno. Nuansa kesusastraan yang seperti ini jelas akan melahirkan orang–orang yang mencoba untuk mengkaji atau mengkritik masalah sastra, baik gaya tulisan, tema, maupun isinya. Maka, tidaklah berlebihan jika dikatakan filsuf akan lahir dari suasana sastra yang demikian. 

3.  Pengetahuan Bangsa Timur Kuno
Peradaban bangsa lain, seperti Mesir dan Babylonia, tidak dapat dipandang sebelah mata. Kedua bangsa besar tersebut ternyata benar–benar memberikan sumbangan pengetahuan berharga bagi bangsa Yunani. Mesir memberikan sumbangan ilmu pengetahuan berupa ilmu ukur dan ilmu hitung. Sementara, Babylonia memberikan pengaruh terhadap perkembangan ilmu astronomi di Yunani Walaupun demikian, bangsa–bangsa lain yang memberikan sumbangan pengetahuan terhadap bangsa Yunani tidak dapat dilebih–lebihkan. Sebab, ilmu pengetahuan sebelum dikuasai oleh bangsa Yunani masih bersifat praktis, belum menjadi ilmu pengetahuan yang benar–benar ilmiah.
Baru pada bangsa Yunani-lah ilmu pengetahuan ditemukan coraknya yang benar–benar ilmiah. Dan, baru di Yunani-lah, diketahui imu pengetahuan dipraktikkan untuk ilmu pengetahuan itu sendiri, dalam artian tidak hanya digunakan dalam hal–hal yang praktis. Oleh karena itu, ilmu pengetahuan dari bangsa–bangsa lain di Yunani mengalami perkembangan luar biasa, yang tidak disangka–sangka sebelumnya oleh bangsa yang lebih dulu memilikinya. Dengan demikian ilmu pengetahuan yang seperti ini, tak heran jika filsuf lahir di Yunani kuno.

Disamping ketiga alasan tersebut, K. Bertens memberikan alasan lain atas lahirnya filsafat tersebut, K. Bertens memberikan alasan lain atas lahirnya filsafat di Yunani kuno yang sangat penting untuk diketahui, yaitu percaturan politik yang melembaga di Yunani kuno. Politik di Yunani kuno, pada saat lahirnya filsafat dapat dikatakan bercorak demokrasi. Keputusan–keputusan politik yang berhubungan dengan polis (negara kota) diambil dalam sidang umum, dalam bentuk perdebatan atau diskusi. Begitu pula keputusan hakim dalam sidang pengadilan diambil atas dasar diskusi. Dalam iklim politik yang demikian, orang–orang Yunani kuno secara tidak langsung dituntut untuk mampu menyampaikan pendapat, pemikiran, argumentasi, dan pandangan dengan sangat baik dan cerdik di depan umum. Tujuannya adalah untuk menyakinkan khalayak ramai bahwa mereka mampu memenangkan sidang atau diskusi. Argumen yang dibangun dalam orasi di pengadilan atau sidang umum merupakan dasar pijakan untuk menilai dan merumuskan serta menetapkan kesimpulan dan keputusan.
Melihat nuansa politik yang demikian, dapat dikatakan bahwa antara logos dan politik sangat berkaitan erat di Yunani kuno. Bukanlah sebuah kebetulan jika nuansa politik itu telah mendorong sebagian orang untuk melakukan refleksi terhadap penggunaan bahasa, argumentasi, dan pemikiran masyarakat Yunani kuno.  
Filsafat pada awal kelahirannya masih mencakup seluruh bidang ilmu pengetahuan, seperti fisika, matematika, politik, astronomi, sosiologi dan lain sebaginnya. Semua cabang filsafat ini menjadi ilmu tersendiri (terspesialisasi) di zaman modern. Karena itulah, filsafat sering disebut sebagai induk (ibu kandung) segala ilmu pengetahuan. Dan, karena itu pula, ilmu ilmu pengetahuan yang terspesialisasi memiliki tempat kelahiran serta nenek moyang yang sama dengan filsafat, yaitu Yunani kuno. 



Referensi
Rahman, Masykur Arif, 2013. Buku Pintar Sejarah Filsafat Barat. Jogjakarta : IRCiSoD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar